Hari Kesehatan Mental Dunia: Apakah Anda Cukup Sehat Mental?

Hari Kesehatan Mental Dunia
detik.com



“Ketika kamu berasa ingin menyerah, ingatlah mengapa kamu bertahan begitu lama.” – Haley Wiliams


Masa-masa sulit yang dilalui oleh tiga mahasiswa, mahasiswa dari Petra Surabaya, mahasiswa Universitas Tarumanegara, mahasiswa Universitas Negeri Semarang. Ternyata,  mereka tidak mampu melewatinya dengan baik. 

Menyerah dan merasa bunuh diri adalah jalan satu-satunya. Kekuatan melangkah dan minta bantuan kepada orang lain untuk menarik mereka dari rasa ingin bunuh diri itu sudah gagal.

Tanggal 10 Oktober 2024 diperingati sebagai Hari Kesehatan Mental Dunia. Tujuan untuk peringatan ini bukan sekedar selebrasi belaka. 

Dengan adanya tiga kasus bunuh diri mahasiswa itu, kita semua diingatkan dan disadarkan bahwa masalah kesehatan mental jangan dianggap enteng.

Perlu adanya kesadaran bagi kita semua untuk saling tolong menolong dan mendorong mereka yang sedang tertimpa masalah mental untuk segera minta bantuan kepada keluarga atau teman terdekatnya. 

Setiap tahap kehidupan, kesehatan mental penting untuk terus dijaga, mulai dari masa kanak-kanak, remaja, hingga dewasa. Menjaga kesehatan mental sama pentingnya dengan menjaga kesehatan fisik. 

Ketika kesehatan fisik itu terganggu, kita dengan mudah mengidentifikasi. Contohnya, perut saya sakit diare. Saya akan langsung minum obat anti diare. Jika tidak sembuh, saya akan segera ke dokter untuk meredakan diare, juga menghindari dehidrasi tubuh.

Sebaliknya, untuk kesehatan mental sulit diidentifikasi oleh pelakunya. Pelaku merasa sehat padahal sudah dalam taraf sakit mental. Hanya teman terdekat dan lingkungan yang menyadari adanya gangguan perilaku, emosi pelaku.

Dengan menstabilkan perilaku, emosi dan pikiran, kita dapat lebih damai untuk melanjutkan kehidupan. 

Gangguan kesehatan mental yang sering terjadi karena adanya bullying, suasana  hati yang menyebabkan kecemasan, tidak damai dalam hati, mendapatkan kesulitan relasi baik dengan rekan maupun atasan, relasi dengan teman-teman yang tidak menghargai dirinya. 

Menurut laporan Survei Kesehatan Indonesia yang dikutip oleh databox, pada tahun 2023, prevalensi depresi nasional mencapai 1,4%. Angka ini berarti 1 dari 100 penduduk berusia 15 ke atas mengalami depresi. 
Selanjutnya, dari 12,7% penderita depresi yang berobat sementara sisanya 87,3% tidak menjalani pengobatan. 

Data selanjutnya, menurut Dr.Elvine, anak-anak yang mengalami depresi usia 15 tahun, sebesar 61% ingin mengakhiri hidupnya, bunuh diri. Hanya 1,7% yang tidak depresi tapi tetap ingin mengakhiri hidupnya. Sungguh problem mental health sudah sangat serius sekali. 

Mengenali Depresi 


Adanya gangguan fisik, emosi dan perilaku merupakan gejala awal adanya depresi.  Umumnya didahului dengan stres. Tetapi stres yang tidak dikelola dengan baik menimbulkan depresi. Setelah itu meningkat ke depresi tingkat tertinggi, ingin bunuh diri. 

Bagi orang-orang yang sedang mengalami depresi merasa tidak ada yang aneh dari dirinya, perilaku, fisik maupun emosional. Namun, bagi orang terdekatnya, misalnya keluarga atau teman dekat, kondisi perilaku yang berubah sudah mengidentifikasikan adanya stres atau depresi. Misalnya dulu teman kita orang yang sangat cerita, tiba-tiba dia menarik diri, senang menyepi dan selalu menolak ikut pergi bersama-sama. 

Perubahan fisik juga dapat diidentifikasi seperti berat badan turun drastis, kelelahan berkepanjangan, sakit kepala yang persisten. 

Perubahan emosi juga dapat diidentifikasi seperti suasana terancam dan ekspresinya sering marah, sedih, putus asa dan tidak berharga, bahkan berbicara tentang bunuh diri. 

Gangguan ini kelihatan sepele. Tapi jika gangguan-gangguan itu apabila tak segera diatasi dengan baik maka gangguan mental bisa mengganggu kondisi fisik seperti tidak mau makan untuk jangka panjang. 

Ketika ada gangguan fisik, kita perlu mengetahui apakah ada gangguan emosional karena fisik dan emosional itu saling berpengaruh. 

Bagi penderita sakit mental,  tentunya pengobatan mental harus dilakukan. Setelah menetal sembuh  otomatis sakit fisik akan sembuh. 

 Dukungan terhadap teman yang sedang depresi 


Meskipun kita bukan seorang psikolog atau psikiater, tapi  peran kita sebagai teman dekat atau keluarga, orangtua yang memberikan dukungan emosional kepada orang yang sedang menderita stres, depresi.

Caranya dengan berempati atau “good listener”. Dengarkan keluhan dan suara hatinya yang sedang tidak baik. Tidak perlu memberikan solusi atau memberikan nasehat yang justru menyakitkan hati misalnya “Sebagai orang percaya, kamu kurang berdoa!”. Hal ini justru akan menyakitkan hatinya. 

Mendengarkan dengan motivasi yang ingin menolong dan memberikan dukungan praktis agar dia menerima apa yang sedang terjadi. Memberikan semangat dan menunjukkan agar penderita depresi untuk berpulih. 

Hal yang terakhir yang dapat dilakukan adalah mendorong dirinya untuk berkonsultasi dengan tenaga professional seperti psikiater atau psikolog. Apabila pasien stres/depresi belum mau bertemu psikiater, mungkin ada Lembaga atau terapi kelompok yang dapat didatangi. 

Strategi mengatasi depresi 


Peran keluarga menjadi utama karena keluarga dapat memberikan dukungan emosional yang berkelanjutan. Terlibat dalam aktivitas yang sehat dan positif secara bersama-sama misalnya ikut acara outing, kebersamaan, kegiatan sosial. 

Mengedukasi diri bagaimana cara untuk menolong orang yang depresi dan memahami kondisi orang yang sedang depresi. 

Terapi kognitif agar korban tidak melukai diri . Umumnya, setelah datang ke psikiater, pasien akan diresepkan obat-obatan untuk menenangkan diri. Obat ini bukan untuk ketergantungan tetapi merupakan kebutuhan ketenangan diri.

 Gaya hidup yang sehat seperti yoga dan bermeditasi merupakan salah satu hal yang dapat dilakukan. Mindfulness artinya relaksasi dengan pernafasan dan mengatur pikiran lebih sehat lagi. 

Hindari “burnout” artinya keadaan kelelahan emosional, fisik dan mental yang disebabkan oleh stres yang berlebihan dan berkepanjangan. Keseimbangan kerja, istirahat yang sangat berharga bagi tubuh, jiwa dan mental. 


Mari kita semua saling mendukung dan membantu untuk orang yang sedang depresi. Setiap orang tidak mampu menolong dirinya sendiri. Sebagai mahluk sosial, kita harus menolong orang yang depresi. Kesadaran dan kemampuan menolong itu adalah jawaban dari kebutuhan bagi orang yang sedang depresi. 

 Artikel ini adalah bagian dari latihan komunitas LFI supported by BRI.

Tidak ada komentar

Pesan adalah rangkaian kata yang membangun dan mengkritik sesuai dengan konteksnya. Tidak mengirimkan spam!

Total Tayangan Halaman