Orang sering mengatakan bahwa komunikasi itu mudah sekali. Yang penting bicara, jika bicaranya jelas dan mudah dimengerti, pasti komunikasi akan lancar.
Benarkah demikian?. Ternyata komunikasi yang harmonis tidak semudah seperti apa yang kita pikirkan atau bayngkan. Komunikasi biasanya dilakukan baik secara verbal maupun tulisan seringkali endingnya “tidak harmonis.
Timbul kesalah-pahaman karena seseorang sudah punya pandangan tentang yang disampaikan. Pandangan atau perspektif itu belum tentu benar karena dia hanya melihat dari sisi dirinya saja.
Komunikasi jika dikaitkan dengan relasi, Jika relasi kita dengan lawan bicara hanya sekedar teman biasa . Tidak ada relasi dalam, umumnya komunikasi sangat dangkal, hanya sebatas di permukaan. Contohnya: “Hi, apa kabar?”
Lalu lawan bicara: “Baik”. “Apa kabarmu?”
Jelas bahwa komunikasi ini hanya sekedar basa basi yang tak punya nilai kedalaman.
Jika komunikasi sudah melibatkan perasaan dan banyak perbedaan pandangan, pasti sulit harmonis.
Bagaimana komunikasi dapat harmonisnya, tentu harus ada seninya.
Pengertian komunikasi yang harmonis:
Harmonis itu berkaitan dan berbicara soal “rasa”. Rasa dari dua orang atau lebih yang berbeda.
Perbedaan itu tentunya akan meruncing jika tidak mengetahui bagaimana caranya seni berkomunikasi.
Harmonis yang fake
Jangan sekali-kali menganggap bahwa harmonis itu artinya salah satu pihak harus mengikut atau mengekor apa yang dikatakan oleh pihak lain. Misalnya suami mengatakan bahwa dia ingin pergi ke Puncak untuk liburan yang akan datang.
Sementara istri yang tak suka perjalanan ke Puncak karena macet, demi keharmonisan keluarga, lalu menyetujui dan tak berpendapat sama sekali. Ini yang dikatakan harmonis fake atau harmonis palsu.
Akhirnya satu hari, pasti orang yang jadi “Yes man /woman” akan tidak bertahan lama, terjadilah konflik batin dan meledaklah perang antar suami istri atau ayah/ibu dengan anak.
Harmonis story teller
Sebuah keluarga, terlihat harmonis karena pembicaraan dikuasai oleh sang istri. Suami tinggal diam saja seolah-olah tidak punya pendapat dan bahkan menyetujui apa yang dikatakan oleh sang istri. Hal ini tentu bukan harmonis karena satu pihak terpaksa mengalah untuk merasa jadi pendengar setia yang tak punya suara apa pun.
Akhirnya satu hari pasti sang pendiam akan meledak jika dia tak puas.
Harmonis yang terbelah
Seolah terlihat harmonis , istri yang suka berpesiar, sementara suami suka diam di rumah. Akhirnya istri pergi terus untuk menyenangkan hati, sementara suami di rumah dengan segala kegiatannya.
Apakah hal ini harmonis? Bisa ya, bisa tidak. Ya jika hal itu untuk hal tertentu, misalnya istri ada reuni dengan teman-teman SMA, pasti suami tidak bisa ikut karena suami tidak kenal dengan teman istri.
Tidak jika hal itu terus terjadi, anak-anak pun akan menjadi korban dari keterbelahkan komunikasi antar suami -istri. Anak tak punya panduan yang tegas tentang parenting karena ketidak-harmonisan dua kubu suami istri dalam komunikamesi. Hal ini membuat karakter anak yang tidak percaya diri.
Baca juga : The power of Positive Thinking
Harmonis yang hanya informasi
Kita sering berkomunikasi dengan suami, istri, anak, khusus untuk memberitahukan bahwa saya mau berangkat pagi-pagi besok ke rumah teman karena ada acara pertemuan penting .
Ketika kita mendengar warta berita tentang kebakaran di Jalan Sudirman, kantor suami kebetulan lokasi juga di jalan Sudirman. Lalu, kita mengkomunikasikan kepada suami, nanti pulang lewat belakang , jangan lewat Jl.Sudirman, pasti macet ada kebakaran.
Tidak ada yang salah dengan komunikasi satu arah yang sifatnya informasi. Tapi ini bukan komunikasi yang harmonis karena tidak saling melengkapi misalnya analoginya sendok dan garpu, gembok dan kunci, gelas dengan tatakannya,
Seni komunikasi yang harmonis dan baik
Kemampuan mendengar dan menyampaikan informasi dengan jelas, cara yang akurat adalah kunci dari komunikasi harmonis.
Ketika dua orang sedang berkomunikasi artinya kita sendiri memposisikan diri kita baik pikiran dan perasaan sesuai apa yang dikehndaki oleh orang yang kita ajak bicara.
Inilah seni berkomunikasi:
Sadari perbedaan
Gaya hidup tiap orang baik itu antara orangtua dengan anak pasti beda. Ayah/ibu adalah generasi baby boomer, sedangkan anak anak adalah generasi Y.
Gaya hidupnya pasti beda. Anak terlihat santai ketika berangkat kerja, sedangkan ayah/ibu inginnya anak disiplin soal waktu maupun pakaian.
Nach, timbulah konflik berpenjangan jika keduanya tidak punya kemampuan berkomunikasi yang baik.Ayah/ibu menghargai perbedaan, tidak perlu jelaskan, “Zaman dulu, anak harus nurut apa kata ayah/ibu!”. Anak pasti akan menjawab: “ibu/ayah, saya hidup di zaman NOW, bukan zaman dulu”.
Model-model komunikasi
1.Basa basi
Seperti yang dikatakan di atas, apabila relasi hanya sekedar di permukaan, umumnya komunikasi bas abasi ini dilakukan. Tidak perlu jawaban, hanya sekedar jawaban singkat.
“Apa kabar?
Baik, apa kabar kamu?”
Bisa harmonis bila orang yang bertanya mendapat jawaban , “Saya sedang sedih karena kena PHK”.
Lalu komunikasi yang dalam mulai dengan empati, dan mendukung.
2.Informasi
Sangat sedikit komunikasinya dan tidak dua arah
Contohnya, PPKH akan berakhir pada tanggal 18 Oktober 2021.
Pendengar sedang mencari informasi tentang obat Covid 19 yang belum ditemukan.
3.Opini
Dalam percakapan antara suami istri, seringkali komunikasi model opini timbul . Hal ini sangat subjektif dan bisa menimbulkan konflik apabila kita tidak antisipasi.
Contohnya: Istri sedang mencoba baju baru untuk kondangan. Lalu ia bertanya kepada suami. “Pa, baju ini bagus ngga?”
Pasti istri ingin jawaban bagus .
Tapi jika opini dari suami yang terus terang, “Wah kurang bagus”, bisa jadi istri kesal dan ngomel berkepanjang
4.Emosi
Setiap kali berkomunikasi, bagi suami maupun istri tidak perlu melibatkan emosi yang tinggi. Ketika hal ini terjadi, komunikasi yang terjadi akan menimbulkan konflik yang besar.
Contohnya:
Suami pulang bekerja dengan rasa cape di kantor , juga cape di jalan karena macet. Di rumah melihat rumahnya berantakan karena anak-anak bermain tanpa dibereskan. Makan malam belum siap.
Timbullah emosi yang meledak: “Mah, kamu di rumah ngapain saja. Tak bermanfaat, rumah seperti kapal pecah!”
5. Evaluasi dan refleksi
Manusia tak pernah sempurna, komunikasi yang telah diusahakan dengan baik, kadang-kadang masih berujung tidak baik, timbul konflik dan peperangan.
Satu-satunya solusi yang baik untuk komunikasi yang baik adalah dengan evaluasi.
Setiap minggu saat santai, suami istri mengevaluasi komunikasi apa yang kurang baik sehingga timbul konflik.
Jika sudah ditemukan penyebabnya, bisa bicara dari hati ke hati bagaimana merubah cara komunikasinya dan jelaskan apa kekurangan masing-masing supaya pola komunikasi bisa diperbaiki
Kesimpulannya, semakin intin relasi, semakin melibatkan rasa, semakin banyak tantangan untuk bisa komunikasi secara harmonis.
Berarti kunci komunikasi juga terletak pada saling memahami ya mba,apalagi cara pikir laki-laki dengan perempuan itu berbeda satu sama lain
BalasHapus