Hidup dalam sangkar “comfort zone” memang sesuatu hal yang sangat menyenangkan, semuanya bagaikan surga, fasilitas tersedia tanpa usaha untuk merubah diri sesuai kondisi maupun mengadakan inovasi baru .Contohnya , mobil pribadi dengan bahan bakar bensin, membangun bisnis yang merusak lingkungan.
Sayangnya, kondisi alam dan lingkungan telah berubah. Lingkungan alam Indonesia yang subur dan indah itu tak seindah dan sesubur itu lagi. Penuh dengan asap pembakaran hutan telah terjadi selama hampir 3 bulan pada tahun 2015 maupun asap lahan kelapa sawit. Tidak ada pemulihan dan restorasi lahan gambut karena memang dianggap besar biayanya, negara pun dirugikan secara ekonomi sebesar Rp.221 triliun atas kerugian itu.
Tanah pertanian dan perkebunan yang telah beralih fungsi menjadi perkebunan sawit. Perkebunan sawit yang diburu oleh para investor untuk menghasilkan export sawit. Perubahan kesejahteraan petani hortikultura yang sebelumnya bagus, berubah menjadi petani sawit yang lebih baik. Namun, sebaik-baiknya, kesejahteraan petani sawit tidak berbanding lurus dengan hasil ekonomi yang dihasilkan perkebunan sawit.
Ekonomi “digenjot”, Lingkungan Rusak
Dalam skala pertumbuhan ekonomi makro versus pertumbuhan mikro, ternyata pertumbuhan makro cukup tinggi. Sayangnya, pertumbuhan ini tidak berdampak langsung dalam penciptaan pemerataan kesejahteraan di tingkat mikro.
Kita belum bisa naik kelas dari pembangunan ekonomi berbasis ekstraksi sumber daya alam dan belum dapat menghapuskan kesenjangan kesejahteraan.
Adanya kerusakan lingkungan di Kalimantan Timur dengan penggalian penambangan liar, bahkan industri yang mematikan. Sementara di Kalimatan Barat, terjadi pengambilan paksa lahan rakyat oleh perkebunan kelapa sawit.
Tidak dapat dipungkiri karena pemberian izin terus diberikan untuk semua investasi berbasis hutan. Warga telah merekomendasikan kepada Presiden Jokowi melalui Menteri Lingkungan Hidup, Ibu Siti Nurbaya untuk menghentikan pemberian izin baik itu untuk kelapa sawit,pertambangan, HTI maupun HPH.
Konsep Pembangunan Ekonomi tanpa Merusak Lingkungan
Hasil studi kemitraan yang dilakukan oleh beberapa organisasi masyarakat sipil seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Kaoem Telapak, Madani Berkelanjutan, Auriga Nusatara dan Universitas Negeri Kalimantan Timur dan Universitas Negeri Jambi pun diadakan untuk menghasilkan suatu kebijakan yang mampu menyoroti kebijakan pembangunan yang fokus di bidang lahan.
Diharapkan studi tentang transformasi menuju strategi pembangunan hijau itu bisa dilaksanakan.
Bapenas pun telah menyetujui bahwa lingkungan hidup sebagai prioritas pembangunan ekonomi, termasuk isu ketahanan, iklim, isu mitigasi bencana dan pembangunan rendah karbon.
Peran Milenial Dalam Ekonomi Berkelanjutan
Ekonomi yang tidak dibangun berlandaskan keberlanjutan akan menimbulkan kerusakan alam dan lingkungan. Kerusakan alam dan lingkungan itu sudah di depan mata kita, banjir bandang, perubahan iklim, longsor.
Inilah saatnya bagi anak-anak milenial untuk berkontribusi bagi negeri ini, tidak hanya sekedar berkomitmen untuk pelestarikan hutan dan alam, tapi juga “take action” dengan pekerjaan maupun "1000 Gagasan" yang berkaitan dengan Ekonomi kelestarian lingkungan.
Inilah "1000 Gagasan "yang Direkomendasikan:
Kritis terhadap kebijakan Pemerintah:
Pemerintah Indonesia utang komitmen pada Pernjanjian Paris 2015 untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 2% pada tahun 2030, untuk mengurangi suhu global tidak mencapai 2 derajat celsius. Emisi itu biasanya ditimbulkan oleh energi tak terbarukan, pencemaran pemakaian energi tidak terbarukan.
Ada paradoks dari kebijakan Pemerintah untuk pelaksanaan pengurangan emisi dan pencemaran energi tak terbarukan, yaitu di satu sisi Pemerintah mulai mendorong warga masyarakat untuk menggunakan kendaraan umum berbasiskan listrik, namun sisi yang lain justru Pemerintah memberikan subsidi kepada energi yang tidak terbarukan, akibatnya warga lebih menyukai gunakan kendaraan dengan energi fosil karena harganya jauh lebih murah dan tidak repot ketimbang harus gunakan mobil umum berbasis listrik.
Milenial seharusnya membuat gagasan kepada Pemerintah untuk subsidi kepada energi yang terbarukan yang memang harganya dan inovasinya lebih mahal ketimbang harus subsisi energi yang tak terbarukan.
Selain itu kebijakan Pemerintah dalam pembebasan/diskon PPnBM untuk mobil baru, pembebasan dalam tiga tahap, pertama di Maret hingga Mei 2021 dengan diskon pajak 100 persen dari tarif normal, kemudian menjadi 50 persen tahap kedua dari Juni-Juli 2021 dan terakhir diskon 25 persen selama empat bulan hingga Desember 2021.
Tujuan tentu untuk meningkatkan penjualan mobil yang lesu selama pandemi. Namun, ada paradoks, moda transportasi tersebut menggunakan mesin bahan bakar konvesional menghasilkan emisi polutan udara dan penyumbang emsi terbesar sebesar 20 persen dari total emisi sektor energi.
Bentuk kritisi dari para milenial kepada Pemerintah, dapat dalam bentuk petisi maupun proposal lengkap agar mengkansel kebijakan subsisi energi yang tidak terbarukan itu digantikan dengan energi terbarukan.
Khusus untuk diskon atau pembebasan PPnBM, sebaiknya diskon itu diberikan kepada sektor transportasi berbasis lingkungan. Jika diskon PPnBM tetap diberlakukan sebaiknya lebih menyasar angkutan desa.
Untuk kerugian PPnBM sebaiknya menyasar kepada warga kelas menengah dari sektor budaya, rekreasi maupun sandang, yang dibutuhkan warga selama pandemi.
Green Jobs
Perubahan industri menuju Green living atau Go Green sudah tidak dapat ditunda lagi. Daniel Levine, direktur eksekutfi Avant-Guide Insitute, sebuah perusahaan pakar tren global untuk perjalanan dan pemasaran konsumen, bahwa tren utama dalam dunia ini, Personal Wellness (kondisi sehat untuk pribadi), Personal Technology (teknologi pribadi) dan Institutional Trust (kepercayaan terhadap institusi).
Dengan adanya perubahan ini, para milenial harus punya pijakan untuk mengaplikasi personal wellness melalui produk seperti mobil hybrid , mobil elektrik, smart lamp.
Dalam bidang pekerjaan pun, para milenial mulai memikirkan untuk terjun dalam “green jobs” yang mendukung sektor green jobs seperti ecopreneur, eco designer, arsitek, eco fashionpreneur, electri car technician, energi startup, organic foodpreneur, solar panel technician, urban farmer dan waste management start up.
Jenis pekerjaan yang dapat diwujudkan bisa melalui wirausaha maupun melalui bekerja di perusahaan yang industri dari hulu hingga hilir melakukan “go green”.
Untuk mereka yang berwiraswasta, dapat membuka “nursery” atau penjualan bunga, tanaman hias yang sangat dibutuhkan oleh warga saat pandemi. Bahkan dapat menjual barang-barang daur ulang yang biasanya dilakukan oleh UMKM dan sangat laku karena uniknya produk daur ulang.
Insinyur Lingkungan:
Salah satu contoh "Green Jobs" adalah insinyur lingkungan. Peran dan kontribusi yang besar untuk jaga lingkungan agar limbah dan kebijakan pengendalian polusi . Mereka akan mengukur kualitas udara, sumber air dan peralatan industri dan memastikan statusnya sesuai dengan standar dan ambang batas terkendali.
Pertanian Berbasiskan Teknologi:
Sektor pertanian sangat berperan dalam industri dan perekonomian Indonesia hingga mencapai 54,13 persen di tahun 2019, dan bertumbuh sejak triwulan III-2020 sebesar 5,05 persen. Jadi pertanian boleh dikatakan jadi tulang punggung perekonomian Inodnesia.
Sayangnya, pertanian di Indonesia masih bersifat konvesional. Belum ada sentuhan teknologi baik saat mulai penanaman, cuaca, pengolahan dan panen. Hal ini membuat hasil dari panen pertanian itu dijual dalam bentuk komoditas.
Apabila ada ancaman dan daya dukung sumber alam Indonesia mudah melemah.
Para milenial harus disrupsi pertanian konvensional ini dengan teknologi sehingga menambah nilai tambah dari produk pertanian.
Juga mereka dapat berkontribusi dalam ekonomi dengan penggunaan start-up supaya pendistribusian pertanian dapat dipersingkat, artinya hasil pertanian tidak usah melewati jalur-jalur yang lama seperti dari petani ke tengkulak, pasar induk, pasar besar, pasar tradisional baru konsumen.
Dengan teknologi pendistribusian dapat langsung ke end user.
Seorang anak muda , Abdul Cholig,Bagi seorang anak muda bernama Abdul Choliq, Co-founder dari sayuran pagi. Latar belakang seorang anak petani dari Lereng Gunung Sumbing
Dalam kondisi ekonomi lemah, dia mampu meraih Pendidikan tinggi melalui orang-orang yang mengasihi dan memberikan kesempatan sekolah sambal bekerja.
Setelah selesai pendidikan dan berhasil lulus dari UI bidang matematika, dia pun terpanggil untuk pulang ke desa untuk membalas kebaikan alam desanya.
Dia bekerja sama dengan teman-teman untuk membangun pertanian modern dengan berbisnis sayuran segar dengan sistem hidroponik.
Dengan komitmen tinggi, Abdul melakukan kerjasama dengan teman-temanya yang memiliki latar belakang berbeda (matematika, ekonomi, teknologi, sastra arab) berbisnis tanaman hidroponik dengan teknologi tinggi.
Tanpa memiliki lahan maupun sawah, pertanian dengan system hidroponik itu merupakan embrio untuk penjualan sayur mayur organik yang disebut dengan nama “Sayuran Pagi” dengan aplikasi Lotani.id.
Manajemen dengan teknologi tinggi mulai dari pertanian, human resources sampai kepada penjualan sayur. Bahkan sekarang bisnisnya telah merambah ke Greenhouse operator dan konsultan hidroponik.
Menguasai Teknologi Terbarukan
Banyak milenial dan pengusaha Indonesia belum mampu untuk menguasai teknologi untuk produksi mobil listrik , pabriknya dan fasilitasnya secara full otomation.
Ide yang satu ini berasal dari pabrik“Tesla” yang dibangun di Lembah Silicon California untuk meningkatkan produksinya dan keamanan dari produksinya. Semua proses produksi dan pekerjaan di pabrik, hampir 90% dilakukan secara otomasi baik itu robot maupun mesin-mesin yang didesign oleh insinyur mesin .
Di dalam pabrik “Tesla” ada pabrik pembuatan baterai yang menunjang perakitan mobil listrik. Tesla menggandeng raksasa elektronik Jepang PANASONIC. Pabrik baterai yang juga menggunakan energi terbarukan dengan memasang solar panel di atap pabrik sehingga kebutuhan listrik sebagian disuplai dari solar panel ini.
Indonesia produsen nikel terbesar yang bisa dijadikan bahan baku untuk baterai. Tentunya untuk pabrik mobil sebesar TESLA tidak mungkin dibuat di sini, selain biaya yang besar. Tetapi tidak ada salahnya mencari investor asing atau lokal yang bisa membangun mobil listrik yang bersih lingkungan dapat dipertimbangkan.
Lalu untuk baterainya, tentu Indonesia mampu memasok bahan bakunya karena kita kaya dengan nikel.
Teknologinya itulah yang harus dikuasai oleh para milenial sehingga impian untuk mobil listrik dengan fasilitasnya yang bersih lingkungan gunakan produk atau komponen lokal dapat terwujud.
Sumber:
- Urgensi Inonesia Bertransformasi Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau oleh Kemitraan, ww.kemitraan.or.id/kabar/urgensi-indonesia-bertransformasi-menuju-pembangunan-ekonomi-hijau , 27 November 2019
- BPS, Pertanian Tumbuh Positif 2,15 persen YonY di Kuartal ke III,
Apakah tips-tips ini memang berlaku khusus milenial? Kalau saya baca ulasannya, sejatinya masalah ini perlu diperhatikan oleh segenap pihak bukan tertuju pada satu generasi.
BalasHapusBener banget, sektor pertanian harus ditingkatkan lagi agar tidak ikut merugikan lingkungan, misalnya seperi perluasan lahan.
BalasHapusMemang diperlukan ya mbak pekerjaan green jobs ini agar lingkungan dapat tetap lestari. Semuanya juga untuk anak cucu kita kelak
BalasHapusternyata karir di sektor keberlanjutan amat banyak ya mbak Ina
BalasHapusYang dibutuhkan adalah kreativitas dan semangat pantang menyerah
Maaf Bu ada typo dikit hehe lingkungan bukan lingkingan.
BalasHapusPPnBM itu apa Bu? Idenya sepakat banget aku terutama soal pertanian dengan teknologi.
@Visya Al Biruni: terima kasih atas pemberitahuannya, sudah saya koreksi.
HapusPPnBm adalah Pajak atas Barang Mewah.
Pembangunan Ekonomi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan amat Penting , karena kalau alam rusak maka semuanya akan merrugi
BalasHapusMilenial memang sangat berperan dalam pembangunan ini, karena nantinya kepemimpinan berada di tangan kita, jadi sejak dini udah siap-siap
BalasHapusSudah saatnya millenials beraksi terutama di green jobs. Saya mau bgt terima kerjaan kalo ada yg nawarin green jobs ini soalnya msh blm mumpuni utk buka lapangan kerja green jobs
BalasHapusEkonomi dan lingkungan sering terlihat seperti 2 sisi koin, di mana kita harus pilih satu untuk maju. Aku tertarik mau baca konsep seperti apa yang bisa menyatukan keduanya dari pemerintah
BalasHapusEkonomi dan lingkungan sering terlihat seperti 2 sisi koin, di mana kita harus pilih satu untuk maju. Aku tertarik mau baca konsep seperti apa yang bisa menyatukan keduanya dari pemerintah
BalasHapusEkonomi dan lingkungan sering terlihat seperti 2 sisi koin, di mana kita harus pilih satu untuk maju. Aku tertarik mau baca konsep seperti apa yang bisa menyatukan keduanya dari pemerintah
BalasHapusKesadaran terhadap ekonomi berkelanjutan harus masuk ke seluruh lapisan masyarakat ya, Bu. Milenial sebagai generasi penerus jadi titik beratnya.
BalasHapus