www.satu_indonesia.com |
Kiprah seorang perempuan muda, lulusan Akademi Kebidanan di Padang, Sumatera Barat ini sungguh menggugah hati . Sebagai seorang bidan PTT, Rosmiati harus mengalami penempatan kerja di daerah terpencil sejak tahun 2008 Daerah terpencil, yang jauh dari fasilitas kesehatan, sulitnya infrastruktur dan transportasi yang dapat menghubungkan Desa Tunggal Rahayu Jaya, Teluk Balengkong, Indragiri Hilir, Riau ke tempat lainnya.
Warga Desa Tunggal Rahayu Jaya itu berasal dari transmigran Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat. Di desa ini yang dikenal sebagai UPT transmigrasi mulai dari wilayah SP 1 sampai SP 15. Warga bekerja sebagai petani untuk perkebunan kelapa Hibrida. Selain itu hasil pertanian seperti nenas juga ditanam dan dihasilkan di sana.
Tidak ada motor, maupun mobil. Satu-satunya alat transportasi yang dapat ditempuh untuk ke luar dari desa terpencil itu adalah dengan cara naik perahu kayu sederhana di atas sungai. Perjalanan cukup jauh yang harus ditempuh dari desa menuju Puskesmas ke tempat Rumah Sakit Umum Daerah atau Rumah Sakit Puri Husada.
Sayangnya, transportasi darat tidak ada sama sekali di sana.Transportasi yang ada menggunakan transportasi air. Transportasi air dianggap sebagai transportasi mahal jika ingin berobat terutama bagi ibu hamil yang harus melahirkan dan perlu rujukan ke tempat yang lebih baik fasilitasnya. Mereka tidak punya biaya, mahalnya biaya transportasi itu membuat para ibu yang hamil dan melahirkan hanya berpasrah saja kepada tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan yang terbatas , satu-satunya adalah Ibu Rosmiati.
Tugas utama bidan Rosmiati adalah dengan melayani warga Desa Tunggal Rahayu dari rumah ke rumah. Dia berjalan kaki , tanpa motor. Terkadang harus dengan naik perahu ke desa lain yang bukan binaan dari tugas yang ditentukan.
www.satu_indonesia.com |
Bidan Rosmiati melihat dengan kepala sendiri, angka kematian ibu dan bayi cukup tinggi. Salah satu penyebabnya adalah terlambatnya mendapat pertolongan medis karena biaya transportasi yang tinggi dan minimnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan ibu dan bayi.
Sebagai tenaga medis yang terbatas fasilitas dan biaya di desa terpencil, jiwa pengabdiannya tergugah melihat fakta meningkatnya kematian ibu dan bayi karena keterbatasan biaya dan tidak adanya pengetahuan.
Timbul gagasan dari Bidan Rosmiati untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) melalui suatu Program Dana Sehat Tabulin (Tabungan Ibu Bersalin). Gagasan ini tentunya dilakukan melalui musyawarah dengan pemerintah setempat dan warga khususnya.
Tujuan program ini merupakan dana sehat sumbangan para warga yang dikumpulkan sebesar Rp.2.000 per keluarga /per bulan. Dana ini dapat digunakan untuk membantu biaya transportasi warga apabila suatu ketika membutuhkan penanganan medis ke Rumah Sakit (Rujukan).
Ternyata antusias masyarakat menyambut gagasan ini karena mereka memang membutuhkan penanganan medis cepat untuk ke rumah sakit dengan transportasi seperti ambulans air dengan biaya cuma-cuma. Ini hasil dari Program Tabulin ini sangat membantu sekali. Pengumpulan dana yang tidak memberatkan keluarga, tetapi manfaatnya sangat dirasakan oleh mereka yang butuh pertolongan tanpa biaya.
Disamping Tabulin, bagi setiap ibu hamil juga menabung sepanjang masa kehamilannya. Jumlah besaran tabungan tidak ditetapkan, akan tetapi sesuai dengan kemampuan dari masing-masing ibu hamil itu. Ketika ibu hamil itu akan melahirkan dan memerlukan biaya keperluan pembelian perlengkapan bayi dan juga biaya kesehatan bayi selanjutnya. Dana ini akan mencukupkan untuk segala keperluan bayi mulai dari pakaian, kesehatan dan biaya lainnya.
Lalu bagaimana dengan kondisi setelah adanya Tabulin?
Setelah hampir 10 tahun (tahun 2008 hingga tahun 2018) mengabdi, Bidan Rosmiati mengevaluasi program Tabulinnyata hasilnya cukup memuaskan. Tidak ada lagi ibu hamil/melahirkan dengan komplikasi terlambat mendapatkan pertolongan. Semuanya tertangani berkat fasilitas ambulans air dan dana yang cukup untuk menjangkau Rumah Sakit.
Tidak cepat berpuas diri dengan apa yang telah dicapai selama 10 tahun, Bidan Rosmiati pun punya rencana ke depan dengan mengembangkan dan menguatkan program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi di beberapa desa wilayah binaan. Juga ide untuk menggalan donor darah bagi ibu hamil yang harus operasi dan memerlukan transfusi darah.
Support Keluarga sangat menolong Bidan Rosmiati dalam pengabdian:
Walaupun harus hidup berpisah dengan keluarga yaitu suami dan anak yang tinggal cukup jauh (Inhil Selatan, perjalanan satu hari dari Desa Tunggal Rahayu) dari kegiatan Bidan Rosmiati di Desa Tunggal Rahayu Jaya, tetapi support dan dukungan suami dan anak sangat besar sekali. Sehingga dengan teguh Bidan Rosmiati bertahan mengabdi hingga 10 tahun.
Sejak satu tahun yang lalu barulah Bidan Rosmiati berkumpul bersama keluarga dan tugas baru menantinya.
Role Model dari kisah inspiratif Bidan Rosmiati
Setelah Bidan Rosmiati mendapat penghargaan dari Astra selaku penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards 2012 di bidang kesehatan-Penggerak Kesehatan Ibu dan Anak, kisah inspiratif ini tidak berhenti di sini. Berbagai apresiasi dari media juga diterimanya.
Ada teman-teman bidan lainnya yang terinspirasi menjalankan Program Tabulin. Hal ini sangat bermanfaat untuk meringankan beban ibu hamil terutama mereka yang mengalami penyakit komplikasi pada kehamilannya. Di samping untuk membuat persiapan biaya transportasi juga persiapan perlengkapan bayi yang akan dilahirkan.
Tidak ada komentar
Pesan adalah rangkaian kata yang membangun dan mengkritik sesuai dengan konteksnya. Tidak mengirimkan spam!